Rabu, 01 Februari 2017

[Book Review] Insya Allah, Sah! by Achi TM

Judul Buku: Insya Allah, Sah!
Penulis: Achi TM
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 9786020314655

Blurb:

Kenapa sih semesta ini seperti berkonspirasi mengacaukan persiapan pernikahan Silvi?

     Silvi terjebak dalam lift bersama Raka. Karena panik, Silvi bernazar akan memakai jilbab kalau bisa keluar dari lift. Masalahnya, bagaimana mungkin ia —desainer sekaligus pemilik Silviana Sexy Boutique yang beromzet miliaran— bisa memenuhi nazar untuk berjilbab? Gila aja, kan?! Tapi, menurut Raka nazar harus dipenuhi, kalau tidak, kesialan beruntun akan terus menimpanya.

     Kekacauan urusan pernikahan Silvi ternyata tak kunjung kelar. Ketika Silvi rela mencoba berjilbab demi kelancaran urusan pernikahannya, ia mendapati kenyataan yang mengejutkan. Dion, calon suami Silvi, ternyata tidak suka perempuan berjilbab dan mengancam akan membatalkan pernikahan mereka!

     "Saya terima nikahnya Silviana Harini binti Rasyid Mahmud dengan maskawin tersebut dibayar tunai."

     "Sah?"

     "Saaaah...!"

      Cuma itu yang ingin didengar Silvi.

Sinopsis:

Awalnya, Silvi dipaksa membuat desain ulang oleh Madam Wulan yang membuatnya menyelesaikan desain itu dengan kilat. Setelah berhasil menuntaskan persoalannya dengan Madam, Silvi mencoba menghubungi Dion lewat telepon untuk meminta maaf karena telah lama menunggunya. Namun balasan dari Dion membuat Silvi seketika melongo, Dion berniat melamarnya!

Dengan panik Silvi mencoba untuk mengunjungi kantor Dion. Kesialan mulai berawal dari ban mobilnya yang pecah, yang membuat Silvi memutuskan untuk mencari taksi. Di taksi ia mendapatkan beberapa masalah lagi, termasuk masalah ban depan taksi yang bocor. Silvi pun keluar dari dalam taksi dan kembali melihat masalah baru, mobilnya yang sedang ditilang polisi. Alhasil, ia harus menderek mobilnya itu sampai bengkel.

Hampir jam empat sore, Silvi sampai di lift kantor Dion dengan dandanannya yang sudah tidak beraturan. Baru saja pintu akan tertutup, seseorang masuk dan menerobos lift dengan tergopoh-gopoh. Tanpa menghiraukan seseorang lain di dalam lift, Silvi memperbaiki penampilannya yang rusak, hingga lift tiba-tiba saja berhenti.

Silvi mencoba tenang dengan memencet-mencet tombol pintu terbuka, namun tetap tak ada respon apa pun. Lampu tombolnya juga mati. Diperparah lagi dengan lift yang gelap dan sempit. Raka —orang yang ikut terjebak di dalam lift bersama Silvi— juga tidak membantu sama sekali. Ia sibuk dengan posisinya sebagai lelaki dan Silvi sebagai perempuan, mengingatkan mereka yang bukan mahramnya.

Silvi pun pingsan. Ketika terbangun, ia langsung disambut suara Raka yang tengah melantunkan ayat kursi. Pintu lift masih belum terbuka juga. Silvi langsung mengingat Dion, ia bangkit lalu menendang-nendang lift sambil berteriak keras. Tak ada jawaban. Kemudian Silvi mendengar ucapan Raka yang bernazar akan puasa selama tiga hari kalau pintu liftnya terbuka. Silvi mengikuti, ia bernazar puasa tujuh hari tujuh malam. Masih hening. Ia kembali mencoba bernazar sesuatu yang lebih besar. Sampai akhirnya Silvi teringat pertanyaan Kiara tentang jilbab, spontan Silvi bernazar akan memakai jilbab jika pintu lift terbuka.

Lift bergerak. Saat pintu lift terbuka, ia disambut dengan wajah-wajah cemas yang menanti di depannya. Melihat Dion berada di sana, Sivi langsung memeluknya. Yang mengejutkan, pada waktu itu juga Dion berlutut di depan semua orang, Dion melamarnya dan mereka akan menikah dalam waktu seratus sepuluh hari lagi!

Persiapan pernikahan pun dimulai. Silvi menolak memakai Wedding Organizer dan lebih memilih untuk merepotkan dirinya sendiri dan meminta bantuan pada Kiara. Dion pun menyetujui dengan syarat Silvi harus bersedia ditemani Raka sebagai penggantinya karena Dion harus tur selama enam puluh hari. Silvi hanya bisa menurut walaupun ia tidak begitu menyukai sosok Raka.

Raka yang menyebalkan, yang terlalu 'lurus', yang hobi menceramahi orang, dan sifat baik Raka yang dianggap buruk di mata Silvi. Namun apa Silvi akan tetap beranggapan seperti itu ketika ia sudah berhasil melihat semua kebaikan Raka? Dan lagi, bagaimana rencana pernikahannya dengan Dion yang seakan dipersulit?

Review:

Permasalahan menjelang pernikahan itu memang selalu ada. Bahkan hal kecil pun bisa berdampak besar apalagi ketika mendekati hari H-nya. Mungkin itu salah satu cara dari Allah untuk meyakinkan tiap pasangan dengan memberikannya masing-masing ujian untuk menguji pondasi hubungan itu.

Sama seperti dalam Insya Allah, Sah!, Silvi juga mengalami masalah-masalah menjelang pernikahan. Tak terhitung banyaknya hal-hal yang menjadi penghalang pernikahan mereka. Ditambah dengan Silvi yang terkena tipu hingga puluhan juta. Pada bulan-bulan rawan itu memang sangat menguji kesabaran Silvi.

Aku cukup menikmati alur yang dirancang penulis, mengalir begitu saja. Sampai rasanya kurang lebih setengah dari isi novel sudah kubaca namun belum juga kutemukan titik terangnya, aku masih tidak menyadari. Ketika aku sadar dan melirik halamannya, aku kaget. Kalau moodku sedang buruk, aku yakin aku tidak akan menyelesaikan novel ini karena fokusnya hanya pada masalah pernikahan Silvi yang datang bertubi-tubi.

Yang paling kusuka dari novel ini, penulis cerdas untuk menyelipkan kalimat-kalimat motivasi di setiap karakter tokohnya. Apalagi Kiara, ia seperti motivator —malah lebih hebat lagi— untuk Silvi. Bisa dibilang Kiara —dan Raka— adalah orang yang berperan penting dalam hijrahnya Silvi. Aku masih ingat banget dialog antara Silvi dan Kiara tentang kewajiban shalat. Yang bikin aku terpukau adalah jawaban Kiara yang 'jleb' banget,

Terus kenapa nggak shalat?
... kapan aku ada waktu buat shalat? I'm really busy, Kia.
Malaikat Izrail juga busy lho, Sil.

Nah.

Berlanjut ke tokoh berikutnya, Raka. Yang secara tidak langsung mendorong Silvi ke arah yang lebih baik lagi melalui ceramah-ceramah hariannya. Raka adalah tokoh favoritku! Mungkin orang-orang menganggap lelaki seperti Raka itu menyebalkan, membosankan, dan sok suci. Tapi menurutku enggak, Raka adalah sosok idaman yang dicari wanita untuk suaminya. Lelaki yang dapat membimbing wanitanya ke jalan yang benar.

Kemudian ada Sarah, yang pertama kali muncul amat sangat menyebalkan sikapnya. Tapi setelah melihat kemunculan Sarah di beberapa adegan berikutnya, aku sadar kalau Sarah tidak patut disalahkan sama sekali. Keadaan yang menekannya hingga seperti itu. Dan kehadiran Sarah pun kurang lebih membantu meyakinkan Silvi dengan keputusan hijrahnya. Lalu Gina, adik Silvi, yang sampai halaman terakhir dan end pun aku masih tetap tidak menyukainya. Aku yakin sebagian besar orang juga akan beranggapan sama. Kakaknya mau berubah ke jalan yang lebih baik tapi kok malah dicegah? Katanya karena Silvi adalah kiblat fashionnya Gina. Tapi memang harus ya, semuanya diikuti? Semoga saja Gina mendapat hidayah dan kelak akan berhijrah juga.

Tokoh favoritku dalam novel ini adalah Kiara dan Raka. Kiara adalah teman yang baik dan memotivasi. Sementara Raka adalah Kiara dalam versi laki-laki. Bahkan saat pertama kali Raka muncul, ia langsung mengingatkanku pada Kiara. Sifatnya nyaris tak berbeda.

Amanat dalam novel ini juga terasa jelas sekali, tersampaikan dengan baik. Mulai dari persahabatan, kisah cinta dan keluarga, terdapat pelajaran yang bisa dipetik. Novel ini juga membuatku merasa ditegur secara tidak langsung. Kalimat-kalimatnya sukses bikin merinding.

Oh iya, sebenarnya banyak sekali quote-quote bagus dan memotivasi yang tersebar di setiap babnya, tapi aku akan menyelipkannya beberapa saja, yang menurutku 'ngena' banget.

Menjadi sukses adalah cara terbaik membalas dendam pada orang yang sudah mem-bully kita. —hlm. 41

“Pacaran itu tidak ada dalam agama Islam, apalagi kamu pakai jilbab. Malu dong sama Allah dan malu sama jilbab yang kamu pakai.” —hlm. 86

Rasanya pengin aku kasih lihat kalimat ini ke teman-temanku yang berjilbab tapi pacaran. Zaman sekarang kan, orang yang nggak punya pacar dicibir terus (termasuk aku). Padahal pacaran nggak berguna sama sekali, malah maksiat. Kalau memang serius, kenapa nggak langsung ta'aruf?

“Saat kita memarkir mobil adalah saat di mana resepsi kita diadakan. Kita lalu turun, selesai resepsi. Kita berjalan lurus, melewati tanjakan. Dalam pernikahan pun tak selamanya jalan terasa mulus, pasti ada konflik menanjak, ada masa-masa ekonomi surut seperti jalan menurun. Lalu melewati jalan berliku, kehidupan sulit ditebak bagaimana kelanjutannya. Jalan kecil yang semakin sempit dan sempit... Tapi kesabaran dalam perjalanan pernikahan akan menemukan jalan lebar. —hlm. 149

Semua orang selalu bilang nggak siap (ketika memakai jilbab). Apa kita pernah siap saat dilahirkan? Pernah siap untuk jadi remaja? Siap untuk dewasa? Apa kita siap untuk tua? Apa kita siap untuk mati? —hlm. 220


Ada kesalahan kecil semacam typo, kelogisan kalimat dan juga nama tokoh yang terbalik, tapi tidak terlalu mengganggu, kok. Overall, novel berbalut islami ini wajib ditambahkan ke daftar bacaan kalian.

Rate: 4/5